Berdasarkan data arkeologis seperti prasasti-prasasti maupun data historis berupa berita-berita asing, kegiatan perdagangan di Kepulauan Indonesia sudah dimulai sejak abad pertama Masehi. Jalurjalur pelayaran dan jaringan perdagangan Kerajaan Sriwijaya dengan negeri-negeri di Asia Tenggara, India, dan Cina terutama berdasarkan berita-berita Cina telah dikaji, antara lain oleh W. Wolters (1967).
Demikian pula dari catatan-catatan sejarah Indonesia dan Malaya yang dihimpun dari sumber-sumber Cina oleh W.P Groeneveldt, telah menunjukkan adanya jaringan–jaringan perdagangan antara kerajaan-kerajaan di Kepulauan Indonesia dengan berbagai negeri terutama dengan Cina. Kontak dagang ini sudah berlangsung sejak
Laksamana Cheng Ho
abad-abad pertama Masehi sampai dengan abad ke-16. Kemudian kapal-kapal dagang Arab juga sudah mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad ke-7. Dari literatur Arab banyak sumber berita tentang perjalanan mereka ke Asia Tenggara. Adanya jalur pelayaran tersebut menyebabkan munculnya jaringan perdagangan dan pertumbuhan serta perkembangan kota-kota
pusat kesultanan dengan kota-kota bandarnya pada abad ke-13 sampai abad ke-18 misalnya, Samudra Pasai, Malaka, Banda Aceh, Jambi, Palembang, Siak Indrapura, Minangkabau, Demak, Cirebon, Banten, Ternate, Tidore, Goa-Tallo, Kutai, Banjar, dan kota-kota lainnya.
Dari sumber literatur Cina, Cheng Ho mencatat terdapat kerajaan yang bercorak Islam atau kesultanan, antara lain, Samudra Pasai dan Malaka yang tumbuh dan berkembang sejak abad ke-13 sampai abad ke-15, sedangkan Ma Huan juga memberitakan adanya komunitaskomunitas Muslim di pesisir utara Jawa bagian timur. Berita Tome Pires dalam Suma Oriental (1512-1515) memberikan gambaran mengenai keberadaan jalur pelayaran jaringan perdagangan, baik regional maupun internasional. Ia menceritakan tentang lalu lintas dan kehadiran para pedagang di Samudra
Pasai yang berasal dari Bengal, Turki
Arab, Persia, Gujarat, Kling, Malayu, Jawa, dan Siam. Selain itu Tome Pires juga mencatat kehadiran para pedagang di Malaka dari Kairo, Mekkah, Aden, Abysinia, Kilwa, Malindi, Ormuz, Persia, Rum, Turki, Kristen Armenia, Gujarat, Chaul, Dabbol, Goa, Keling, Dekkan, Malabar, Orissa, Ceylon, Bengal, Arakan, Pegu, Siam, Kedah, Malayu, Pahang, Patani, Kamboja, Campa, Cossin Cina,
Pedagang Arab dari
Hadramaud
Cina, Lequeos, Bruei, Lucus, Tanjung Pura, Lawe, Bangka, Lingga, Maluku, Banda, Bima, Timor, Madura, Jawa, Sunda, Palembang, Jambi, Tongkal, Indragiri, Kapatra, Minangkabau, Siak, Arqua, Aru, Tamjano, Pase, Pedir, dan Maladiva. Berdasarkan kehadiran sejumlah pedagang dari berbagai negeri dan bangsa di Samudra Pasai, Malaka, dan bandar-bandar di pesisir utara Jawa sebagaimana diceritakan Tome Pires, kita dapat mengambil kesimpulan adanya jalur-jalur pelayaran dan jaringan
perdagangan antara beberapa kesultanan di Kepulauan Indonesia baik yang bersifat regional maupun internasional.
Hubungan pelayaran dan perdagangan antara Nusantara
dengan Arab meningkat menjadi hubungan langsung dan dalam intensitas tinggi. Dengan demikian aktivitas perdagangan dan pelayaran di Samudra Hindia semakin ramai. Peningkatan pelayaran tersebut berkaitan erat dengan makin majunya perdagangan di masa jaya pemerintahan Dinasti Abbasiyah (750-1258). Dengan ditetapkannya Baghdad menjadi pusat pemerintahan menggantikan
Damaskus (Syam), aktivitas pelayaran dan perdagangan di Teluk Persia menjadi lebih ramai. Pedagang Arab yang selama ini hanya berlayar sampai India, sejak abad ke-8 mulai masuk ke Kepulauan Indonesia dalam rangka perjalanan ke Cina. Meskipun hanya transit, tetapi hubungan Arab dengan kerajaan-kerajaan di Kepulauan Indonesia terjalin secara langsung. Hubungan ini menjadi semakin ramai manakala pedagang Arab dilarang masuk ke Cina dan koloni mereka dihancurkan oleh Huang Chou, menyusul suatu pemberontakan yang terjadi pada 879 H. Orang–orang Islam melarikan diri dari Pelabuhan Kanton dan meminta perlindungan Raja Kedah dan Palembang.
Akulturasi kebudayaan yaitu suatu proses percampuran
antara unsur-unsur kebudayaan yang satu dengan kebudayaan
yang lain, sehingga membentuk kebudayaan baru. Kebudayaan
baru yang merupakan hasil percampuran itu masing-masing
tidak kehilangan kepribadian/ciri khasnya. Oleh karena itu, untuk
dapat berakulturasi, masing-masing kebudayaan harus seimbang.
Begitu juga untuk kebudayaan Hindu-Buddha dari India dengan
kebudayaan Indonesia asli.
Contoh hasil akulturasi antara kebudayaan
1. Seni Bangunan
Bentuk-bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya
merupakan bentuk akulturasi antara unsur-unsur budaya HinduBuddha dengan unsur budaya Indonesia asli. Bangunan yang
megah, patung-patung perwujudan dewa atau Buddha, serta
bagian-bagian candi dan stupa adalah unsur-unsur dari India.
Bentuk candi-candi di Indonesia pada hakikatnya adalah punden
berundak yang merupakan unsur Indonesia asli. Candi Borobu
2. Seni Rupa dan Seni Ukir
Masuknya pengaruh India juga membawa perkembangan
dalam bidang seni rupa, seni pahat, dan seni ukir. Hal ini dapat
dilihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada bagian
dinding-dinding candi. Misalnya, relief yang dipahatkan pada
dinding-dinding pagar langkan di Candi Borobudur yang berupa
pahatan riwayat Sang Buddha. Di sekitar Sang Buddha terdapat
lingkungan alam Indonesia seperti rumah panggung dan burung
merpati.
Pada relief kala makara pada candi dibuat sangat indah.
Hiasan relief kala makara, dasarnya adalah motif binatang dan
tumbuh-tumbuhan. Hal semacam ini sudah dikenal sejak masa
sebelum Hindu. Binatang-binatang itu dipandang suci, maka sering
diabadikan dengan cara di lukis.
3. Seni Pertunjukan
Menurut J.L.A Brandes, gamelan merupakan satu diantara
seni pertunjukan asli yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebelum
masuknya unsur-unsur budaya India. Selama waktu berabadabad gamelan juga mengalami perkembangan dengan masuknya
unsur-unsur budaya baru baik dalam bentuk maupun kualitasnya.
Gambaran mengenai bentuk gamelan Jawa kuno masa Majapahit
dapat dilihat pada beberapa sumber, antara lain prasasti dan kitab
kesusastraan. Macam-macam gamelan dapat dikelompokkan dalam
chordaphones, aerophones, membranophones, tidophones, dan
xylophones.
4. Seni Sastra dan Aksara
Pengaruh India membawa perkembangan seni sastra di
Indonesia. Seni sastra waktu itu ada yang berbentuk prosa dan ada
yang berbentuk tembang (puisi). Berdasarkan isinya, kesusastraan
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu tutur (pitutur kitab
keagamaan), kitab hukum, dan wiracarita (kepahlawanan). Bentuk
wiracarita ternyata sangat terkenal di Indonesia, terutama kitab
Ramayana dan Mahabarata. Kemudian timbul wiracarita hasil
gubahan dari para pujangga Indonesia. Misalnya, Baratayuda yang
digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Juga munculnya ceritacerita Carangan.
Berkembangnya karya sastra terutama yang bersumber dari
Mahabarata dan Ramayana, melahirkan seni pertunjukan wayang
kulit (wayang purwa). Pertunjukan wayang kulit di Indonesia,
khususnya di Jawa sudah begitu mendarah daging. Isi dan cerita
pertunjukan wayang banyak mengandung nilai-nilai yang bersifat
edukatif (pendidikan). Cerita dalam pertunjukan wayang berasal
dari India, tetapi wayangnya asli dari Indonesia. Seni pahat dan
ragam luas yang ada pada wayang disesuaikan dengan seni di
Indonesia.
Di samping bentuk dan ragam hias wayang,
muncul pula tokoh-tokoh pewayangan yang khas
Indonesia. Misalnya tokoh-tokoh punakawan seperti
Semar, Gareng, dan Petruk. Tokoh-tokoh ini tidak
ditemukan di India. Perkembangan seni sastra yang
sangat cepat didukung oleh penggunaan huruf
pallawa, misalnya dalam karya-karya sastra Jawa
Kuno. Pada prasasti-prasasti yang ditemukan terdapat
unsur India dengan unsur budaya Indonesia. Misalnya,
ada prasasti dengan huruf Nagari (India) dan huruf Bali
Kuno (Indonesia).
5. Sistem Kepercayaan
Sejak masa praaksara, orang-orang di Kepulauan Indonesia
sudah mengenal simbol-simbol yang bermakna filosofis. Sebagai
contoh, kalau ada orang meninggal, di dalam kuburnya disertakan
benda-benda. Di antara benda-benda itu ada lukisan orang
naik perahu, ini memberikan makna bahwa orang yang sudah
meninggal tersebut rohnya akan melanjutkan perjalanan ke tempat
tujuan yang membahagiakan yaitu alam baka. Masyarakat waktu
itu sudah percaya adanya kehidupan sesudah mati, yakni sebagai
roh halus. Oleh karena itu, roh nenek moyang dipuja oleh orang
yang masih hidup (animisme).
Setelah masuknya pengaruh India kepercayaan terhadap
roh halus tidak punah. Misalnya dapat dilihat pada fungsi candi.
Fungsi candi atau kuil di India adalah sebagai tempat pemujaan.
Di Indonesia, di samping sebagai tempat pemujaan, candi juga
sebagai makam raja atau untuk menyimpan abu jenazah raja yang
telah meninggal. Itulah sebabnya peripih tempat penyimpanan abu
jenazah raja didirikan patung raja dalam bentuk mirip dewa yang
dipujanya. Ini jelas merupakan perpaduan antara fungsi candi di
India dengan tradisi pemakaman dan pemujaan roh nenek moyang
di Indonesia.
Bentuk bangunan lingga dan yoni juga merupakan tempat
pemujaan terutama bagi orang-orang Hindu penganut Syiwaisme.
Lingga adalah lambang Dewa Syiwa. Secara filosofis lingga dan
yoni adalah lambang kesuburan dan lambang kemakmuran. Lingga
lambang laki-laki dan yoni lambang perempuan.
6. Sistem Pemerintahan
Setelah datangnya pengaruh India di Kepulauan Indonesia,
dikenal adanya sistem pemerintahan secara sederhana.
Pemerintahan yang dimaksud adalah semacam pemerintah di suatu
desa atau daerah tertentu. Rakyat mengangkat seorang pemimpin
atau semacam kepala suku. Orang yang dipilih sebagai pemimpin
biasanya orang yang sudah tua (senior), arif, dapat membimbing,
memiliki kelebihan-kelebihan tertentu termasuk dalam bidang
ekonomi, berwibawa, serta memiliki semacam kekuatan gaib
(kesaktian). Setelah pengaruh India masuk, maka pemimpin tadi
diubah menjadi raja dan wilayahnya disebut kerajaan. Hal ini secara
jelas terjadi di Kutai.
Salah satu bukti akulturasi dalam bidang pemerintahan,
misalnya seorang raja harus berwibawa dan dipandang memiliki
kekuatan gaib seperti pada pemimpin masa sebelum HinduBuddha. Karena raja memiliki kekuatan gaib, maka oleh rakyat
raja dipandang dekat dengan dewa. Raja kemudian disembah, dan
kalau sudah meninggal, rohnya dipuja-puja
7. Arsitektur
Bentuk alkulturasi budaya lain yang dapat dilihat hingga
saat ini adalah arsitektur pada bangunan-bangunan keagamanan.
Bangunan keagamaan berupa candi atau arca sangat dikenal pada
masa Hindu-Buddha. Hal ini terlihat pada sosok bangunan sakral
peninggalan Hindu seperti Candi Sewu, Candi Gedungsongo, dan
masih banyak lagi. Juga bangunan pertapaan – wihara merupakan
bangunan berundak. Bangunan ini dapat dilihat pada beberapa
Candi Plaosan, Candi Jalatunda, Candi Tikus, dan masih banyak
lagi. Bentuk lain berupa stupa berundak yang dapat dilihat pada
bangunan Borobudur. Di samping itu juga terdapat bangunan
Gua, seperti Gua Selomangkleng Kediri, dan Gua Gajah. Bangunan
lainnya dapat berupa gapura paduraksa seperti Candi Bajangratu,
Candi Jedong, dan Candi Plumbangan. Untuk memahami lebih
lanjut baca buku Agus A. Munandar, Sejarah Kebudayaan
Indonesia.
Bangunan suci berundak itu sebenarnya sudah berkembang
subur dalam zaman praaksara, sebagai penggambaran dari alam
semesta yang bertingkat-tingkat. Tingkat paling atas adalah tempat
persemayaman roh nenek moyang. Punden berundak itu menjadi
sarana khusus untuk persembahyangan dalam rangka pemujaan
terhadap roh nenek moyang.
Pemikiran dasar dan filsafat yang melandasi kepercayaan
ini terus hidup di dalam alam kehidupan, meskipun tidak begitu
tampil di permukaan. Sebagai lokal genius yang menentukan arah
perkembangan kebudayaan Indonesia dalam mengolah pengaruh
Hindu-Buddha maka unsur-unsur praaksara itu makin nampak
pengaruhnya. Ungkapan-ungkapan seperti candi, misalnya
dipahami maknanya hanya sebagai pemujaan roh nenek moyang.
Alas atau kaki candi berbentuk persegi/bujursangkar, berketinggian
menyerupai batur dan dicapai melalui tangga yang langsung dapat
menuju bilik candi. Di tengah kaki candi terdapat perigi tempat
menanam peripih. Bagian kaki candi disimbolkan sebagai Bhurloka
dalam ajaran Hindu atau Kamaloka dalam ajaran Buddha
Denah bagian tubuh candi pada umumnya berdimensi lebih
kecil dari alasnya, sehingga membentuk serambi. Bagian tubuh ini
dapat berbentuk kubus atau silinder yang berisi satu atau empat
bilik. Pada candi Hindu lubang perigi yang ditutup yoni terdapat
di tengah bilik utama, dinding luar terdapat relung-relung yang isi
arca. Pada bagian atas setiap pintu masuk candi dihiasi kepala kala
yang dikenal sebagai banaspati, yaitu lambang penjaga.
Bagian atap candi selalu terdiri atas susunan tingkatan yang
mengecil ke atas, dan diakhiri dengan mahkota. Mahkota ini dapat
berupa stupa, lingga, ratna, atau berbentuk kubus. Bagian atap
candi disimbolkan sebagai tempat persemayaman dewa. Khusus
untuk candi-candi Buddha menggunakan stupa sebagai elemennya.
Secara keseluruhan candi menggambarkan hubungan
makrokosmos atau alam semesta yang dibagi menjadi tiga, yaitu
alam bawah tempat manusia yang masih mempunyai nafsu, alam
antara tempat manusia telah meninggalkan keduniawian dan
dalam keadaan suci menemui Tuhannya, dan alam atas tempatdewa-dewa.
Pusat-pusat integrasi Nusantara berlangsung melalui
penguasaan laut. Pusat-pusat integrasi itu selanjutnya ditentukan
oleh keahlian dan kepedulian terhadap laut, sehingga terjadi
perkembangan baru, setidaknya dalam dua hal, yaitu (i) pertumbuhan
jalur perdagangan yang melewati lokasi-lokasi strategis di pinggir
pantai, dan (ii) kemampuan mengendalikan (kontrol) politik dan
militer para penguasa tradisional (raja-raja) dalam menguasai jalur
utama dan pusat-pusat perdagangan di Nusantara. Jadi, prasyarat
untuk dapat menguasai jalur dan pusat perdagangan ditentukan
oleh dua hal penting yaitu perhatian atau cara pandang, dan
kemampuan menguasai lautan.
Jalur-jalur perdagangan yang berkembang di Nusantara
sangat ditentukan oleh kepentingan ekonomi pada saat itu dan
perkembangan rute perdagangan dalam setiap masa yang berbedabeda. Jika pada masa praaksara hegemoni budaya dominan datang
dari pendukung budaya Austronesia di Asia Tenggara Daratan, maka
pada masa perkembangan Hindu-Buddha di Nusantara terdapat dua
kekuatan peradaban besar, yaitu Cina di utara dan India di bagian barat daya. Keduanya merupakan dua kekuatan super power pada
masanya dan mempunyai pengaruh amat besar terhadap penduduk
di Kepulauan Indonesia. Bagaimanapun, peralihan rute perdagangan
dunia ini telah membawa berkah tersendiri bagi masyarakat dan
suku bangsa di Nusantara. Mereka secara langsung terintegrasi ke
dalam jaringan perdagangan dunia pada masa itu. Selat Malaka
menjadi penting sebagai pintu gerbang yang menghubungkan
antara pedagang-pedagang Cina dan pedagang-pedagang India
Kehidupan penduduk di sepanjang Selat Malaka menjadi
lebih sejahtera oleh proses integrasi perdagangan dunia yang
melalui jalur laut tersebut. Mereka menjadi lebih terbuka secara
sosial ekonomi untuk menjalin hubungan niaga dengan pedagangpedagang asing yang melewati jalur itu. Di samping itu, masyarakat
setempat juga semakin terbuka oleh pengaruhpengaruh budaya luar. Kebudayaan India dan
Cina ketika itu jelas sangat berpengaruh terhadap
masyarakat di sekitar Selat Malaka. Bahkan
sampai saat ini pengaruh budaya terutama India
masih dapat kita jumpai pada masyarakat sekitar
Selat Malaka.
Selama masa Hindu-Buddha di samping kian terbukanya
jalur niaga Selat Malaka dengan perdagangan dunia internasional,
jaringan perdagangan dan budaya antarbangsa dan penduduk
di Kepulauan Indonesia juga berkembang pesat terutama karena
terhubung oleh jaringan Laut Jawa hingga Kepulauan Maluku.
Mereka secara tidak langsung juga terintegrasikan dengan jaringan
ekonomi dunia yang berpusat di sekitar Selat
Malaka, dan sebagian di pantai barat Sumatra
seperti Barus. Komoditas penting yang
menjadi barang perdagangan pada saat itu
adalah rempah-rempah, seperti kayu manis,
cengkih, dan pala.
Pertumbuhan jaringan dagang
internasional dan antarpulau telah melahirkan
kekuatan politik baru di Nusantara. Peta
politik di Jawa dan Sumatra abad ke-7, seperti
ditunjukkan oleh D.G.E. Hall, bersumber dari
catatan pengunjung Cina yang datang ke
Sumatra. Dua negara di Sumatra disebutkan,
Mo-lo-yeu (Melayu) di pantai timur,
tepatnya di Jambi sekarang di muara Sungai
Batanghari. Agak ke selatan dari itu terdapat
Che-li-fo-che, pengucapan cara Cina untuk kata
bahasa Sanskerta, Sriwijaya. Di Jawa terdapat
tiga kerajaan utama, yaitu di ujung barat Jawa,
terdapat Tarumanegara, dengan rajanya yang
terkemuka Purnawarman, di Jawa bagian tengah
ada Ho-ling (Kalingga), dan di Jawa bagian timur
ada Singhasari dan Majapahit.
Selama periode Hindhu-Buddha, kekuatan
besar Nusantara yang memiliki kekuatan integrasi
secara politik, sejauh ini dihubungkan dengan
kebesaran Kerajaan
Sriwijaya, Singhasari, dan
Majapahit. Kekuatan integrasi secara politik di
sini maksudnya adalah kemampuan kerajaankerajaan tradisional tersebut dalam menguasai
wilayah-wilayah yang luas di Nusantara di bawah
kontrol politik secara longgar dan menempatkan
wilayah kekuasaannya itu sebagai kesatuankesatuan politik di bawah pengawasan dari
kerajaan-kerajaan tersebut. Dengan demikian
pengintegrasian antarpulau secara lambat laun
mulai terbentuk.
Kerajaan utama yang disebutkan di atas
berkembang dalam periode yang berbeda-beda.
Kekuasaan mereka mampu mengontrol sejumlah
wilayah Nusantara melalui berbagai bentuk
media. Selain dengan kekuatan dagang, politik,
juga kekuatan budayanya, termasuk bahasa.
Interelasi antara aspek-aspek kekuatan tersebut
yang membuat mereka berhasil mengintegrasikan
Nusantara dalam pelukan kekuasaannya.
Kerajaan-kerajaan tersebut berkembang menjadi
kerajaan besar yang menjadi representasi pusatpusat kekuasaan yang kuat dan mengontrol
kerajaan-kerajaan yang lebih kecil di Nusantara
Hubungan pusat dan daerah hanya dapat
berlangsung dalam bentuk hubungan hak dan
kewajiban yang saling menguntungkan (mutual
benefit). Keuntungan yang diperoleh dari pusat
kekuasaan antara lain, berupa pengakuan
simbolik seperti kesetiaan dan pembayaran upeti
berupa barang-barang yang digunakan untuk
kepentingan kerajaan, serta barang-barang
yang dapat diperdagangkan dalam jaringan
perdagangan internasional. Sebaliknya kerajaankerajaan kecil memperoleh perlindungan dan
rasa aman, sekaligus kebanggaan atas hubungan
tersebut. Jika pusat kekuasaan sudah tidak
memiliki kemampuan dalam mengontrol dan
melindungi daerah bawahannya, maka sering
terjadi
pembangkangan dan sejak itu kerajaan besar
terancam disintegrasi. Kerajaan-kerajaan kecil lalu
melepaskan diri dari ikatan politik dengan kerajaankerajaan besar lama dan beralih loyalitasnya
dengan kerajaan lain yang memiliki kemampuan
mengontrol dan lebih bisa melindungi kepentingan
mereka. Sejarah Indonesia masa Hindu-Buddha
ditandai oleh proses integrasi dan disintegrasi
semacam itu. Namun secara keseluruhan proses
integrasi yang lambat laun itu kian mantap dan
kuat, sehingga kian mengukuhkan Nusantara
sebagai negeri kepulauan yang dipersatukan oleh
kekuatan politik dan perdagangan.
Menurut berita Cina di sebelah timur Kerajaan Kalingga ada daerah Po-li atau Dwa-pa-tan yang dapat disamakan dengan Bali. Adat istiadat di Dwa-pa-tan sama dengan kebiasaan orang-orang Kaling. Misalnya, penduduk biasa menulisi daun lontar. Bila ada orang meninggal, mayatnya dihiasi dengan emas dan ke dalam mulutnya dimasukkan sepotong emas, serta diberi bau-bauan yang harum. Kemudian mayat itu dibakar. Hal itu menandakan Bali telah berkembang. Dalam sejarah Bali, nama Buleleng mulai terkenal setelah periode kekuasaan Majapahit. Pada waktu di Jawa berkembang kerajaan-kerajaan Islam, di Bali juga berkembang sejumlah kerajaan. Misalnya Kerajaan Gelgel, Klungkung, dan Buleleng yang didirikan oleh I Gusti Ngurak Panji Sakti, dan selanjutnya muncul kerajaan yang lain. Nama Kerajaan Buleleng semakin terkenal, terutama setelah zaman penjajahan Belanda di Bali. Pada waktu itu pernah terjadi perang rakyat Buleleng melawan Belanda.
Pada zaman kuno, sebenarnya Buleleng sudah berkembang. Pada masa perkembangan Kerajaan Dinasti Warmadewa, Buleleng diperkirakan menjadi salah satu daerah kekuasaan Dinasti Warmadewa. Sesuai dengan letaknya yang ada di tepi pantai, Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan laut. Hasil pertanian dari pedalaman diangkut lewat darat menuju Buleleng. Dari Buleleng barang dagangan yang berupa hasil pertanian seperti kapas, beras, asam, kemiri, dan bawang diangkut atau diperdagangkan ke pulau lain (daerah seberang). Perdagangan dengan daerah seberang mengalami perkembangan pesat pada masa Dinasti Warmadewa yang diperintah oleh Anak
Wungsu. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kata-kata pada prasasti yang disimpan di Desa Sembiran yang berangka tahun 1065 M.
klik untuk memperbesar gambar
Kata-kata yang dimaksud berbunyi, “mengkana ya hana banyaga sakeng sabrangjong, bahitra, rumunduk i manasa...” Artinya, andai kata ada saudagar dari seberang yang datang dengan jukung bahitra berlabuh di manasa...” Sistem perdagangannya ada yang menggunakan sistem barter, ada yang sudah dengan alat tukar (uang). Pada waktu itu sudah dikenal beberapa jenis alat tukar (uang), misalnya ma, su dan piling. Dengan perkembangan perdagangan laut antarpulau di zaman kuno secara ekonomis Buleleng memiliki peranan yang penting bagi perkembangan kerajaan-kerajaan di Bali misalnya pada masa Kerajaan Dinasti Warmadewa. 10. Kerajaan Tulang Bawang Dari sumber-sumber sejarah Cina, kerajaan awal yang terletak di daerah Lampung adalah kerajaan yang disebut Bawang atau Tulang Bawang. Berita Cina tertua yang berkenaan dengan daerah Lampung berasal dari abad ke-5, yaitu dari kitab Liu-sungShu, sebuah kitab sejarah dari masa pemerintahan Kaisar Liu Sung (420–479). Kitab ini di antaranya mengemukakan bahwa pada tahun 499 M sebuah kerajaan yang terletak di wilayah Nusantara bagian barat bernama P’u-huang atau P’o-huang mengirimkan utusan dan barang-barang upeti ke negeri Cina. Lebih lanjut kitab Liu-sung-Shu mengemukakan bahwa Kerajaan P’o-huang menghasilkan lebih dari 41 jenis barang yang diperdagangkan ke
Cina. Hubungan diplomatik dan perdagangan antara P’o-huang dan Cina berlangsung terus sejak pertengahan abad ke-5 sampai abad ke-6, seperti halnya dua kerajaan lain di Nusantara yaitu Kerajaan Ho-lo-tan dan Kan-t’o-li. Untuk memahami lebih lanjut kamu dapat membaca buku Marwati Djoened Poesponoro. Sejarah Nasional Indonesia jilid II; dan Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan, Indonesia Sejarah Daerah Bali.
Sistem perdagangannya ada yang menggunakan sistem barter, ada yang sudah dengan alat tukar (uang). Pada waktu itu sudah dikenal beberapa jenis alat tukar (uang), misalnya ma, su dan piling. Dengan perkembangan perdagangan laut antarpulau di zaman kuno secara ekonomis Buleleng memiliki peranan yang penting bagi perkembangan kerajaan-kerajaan di Bali misalnya pada masa Kerajaan Dinasti Warmadewa
= Kerajaan Tulang Bawang =
Dari sumber-sumber sejarah Cina, kerajaan awal yang terletak di daerah Lampung adalah kerajaan yang disebut Bawang atau Tulang Bawang. Berita Cina tertua yang berkenaan dengan daerah Lampung berasal dari abad ke-5, yaitu dari kitab Liu-sung- Shu, sebuah kitab sejarah dari masa pemerintahan Kaisar Liu Sung (420–479). Kitab ini di antaranya mengemukakan bahwa pada tahun 499 M sebuah kerajaan yang terletak di wilayah Nusantara bagian barat bernama P’u-huang atau P’o-huang mengirimkan utusan dan barang-barang upeti ke negeri Cina. Lebih lanjut kitab Liu-sung-Shu mengemukakan bahwa Kerajaan P’o-huang menghasilkan lebih dari 41 jenis barang yang diperdagangkan ke Cina. Hubungan diplomatik dan perdagangan antara P’o-huang dan Cina berlangsung terus sejak pertengahan abad ke-5 sampai abad ke-6, seperti halnya dua kerajaan lain di Nusantara yaitu Kerajaan Ho-lo-tan dan Kan-t’o-li.
klik untuk memperbesar gambar
Dalam sumber sejarah Cina yang lain, yaitu kitab T’ai-p’inghuang- yu-chi yang ditulis pada tahun 976–983 M, disebutkan sebuah kerajaan bernama T’o-lang-p’p-huang yang oleh G. Ferrand disarankan untuk diidentifikasikan dengan Tulang Bawang yang terletak di daerah pantai tenggara Pulau Sumatera, di selatan sungai Palembang (Sungai Musi). L.C. Damais menambahkan bahwa lokasi T’o-lang P’o-huang tersebut terletak di tepi pantai seperti dikemukakan di dalam Wu-pei-chih, “Petunjuk Pelayaran”. Namun, di samping itu Damais kemudian memberikan pula kemungkinan lain mengenai lokasi dan identifikasi P’o-huang atau “Bawang” itu dengan sebuah nama tempat bernama Bawang (Umbul Bawang) yang sekarang terletak di daerah Kabupaten Lampung Barat, yaitu di daerah Kecamatan Balik Bukit di sebelah utara Liwah. Tidak jauh dari desa Bawang ini, yaitu di desa Hanakau, sejak tahun 1912 telah ditemukan sebuah inskripsi yang dipahatkan pada sebuah batu tegak, dan tidak jauh dari tempat tersebut dalam waktu beberapa tahun terakhir ini masih ditemukan pula tiga buah inskripsi batu yang lainnya.
= Kerajaan Kota Kapur =
Dari hasil penelitian arkeologi yang dilakukan di Kota Kapur, Pulau Bangka, pada tahun 1994, diperoleh suatu petunjuk tentang kemungkinan adanya sebuah pusat kekuasaan di daerah itu sejak masa sebelum munculnya Kerajaan Sriwijaya. Pusat kekuasaan ini meninggalkan temuan-temuan arkeologi berupa sisa-sisa sebuah bangunan candi Hindu (Waisnawa) terbuat dari batu bersama dengan arca-arca batu, di antaranya dua buah arca Wisnu dengan gaya seperti arca-arca Wisnu yang ditemukan di Lembah Mekhing, Semenanjung Malaka, dan Cibuaya, Jawa Barat, yang berasal dari masa sekitar abad ke-5 dan ke-7 Masehi. Sebelumnya di situs Kota Kapur selain telah ditemukan sebuah inskripsi batu dari Kerajaan Sriwijaya yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), telah web literasi digital kerajaan kota kapur
klik untuk perbesar gambar di website Media Center
ditemukan pula peninggalan-peninggalan yang lain di antaranya sebuah arca Wisnu dan sebuah arca Durga Mahisasuramardhini. Dari peninggalan-peninggalan arkeologi tersebut nampaknya kekuasaan
di Pulau Bangka pada waktu itu bercorak Hindu-Waisnawa, seperti halnya di Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Temuan lain yang penting dari situs Kota Kapur ini adalah peninggalan berupa benteng pertahanan yang kokoh berbentuk dua buah tanggul sejajar terbuat dari timbunan tanah, masingmasing panjangnya sekitar 350 meter dan 1200 meter dengan ketinggian sekitar 2–3 meter. Penanggalan dari tanggul benteng ini menunjukkan masa antara tahun 530 M sampai 870 M. Benteng pertahanan tersebut yang telah dibangun sekitar pertengahan abad ke-6 M tersebut agaknya telah berperan pula dalam menghadapi ekspansi Sriwijaya ke Pulau Bangka menjelang akhir abad ke-7 M. Penguasaan Pulau Bangka oleh Sriwijaya ini ditandai dengan dipancangkannya inskripsi Sriwijaya di Kota Kapur yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), yang isinya mengidentifikasikan dikuasainya wilayah ini oleh Sriwijaya. Penguasaan Pulau Bangsa oleh Sriwijaya ini agaknya berkaitan dengan peranan Selat Bangsa sebagai pintu gerbang selatan dari jalur pelayaran niaga di Asia Tenggara pada waktu itu. Sejak dikuasainya Pulau Bangka oleh Sriwijaya pada tahun 686 maka berakhirlah kekuasaan awal yang ada di Pulau Bangka
1. Kepemimpinan raja air langga
2. Bukti peradaban zaman neolitik
3. Kekuasaan Tohjoyo
4. Komplek candi Borobudur dan Prambanan
5. Kepemimpinan Maha Patih Gajah Mada
--------------------------------------------------- (Tugas II merangkum materi sejarah Indonesia )
Kelompok V Kerajaan Majapahit (persiapan diskusi kelas PDK)
1. Leni
2. Nengsih
3. Agung
----------------------------------------------------
Kerajaan Majapahit
(materi Sejarah Indonesia)
Setelah Singhasari jatuh, berdirilah Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur, antara abad ke-14 - ke-15 M. Berdirinya kerajaan ini sebenarnya sudah direncanakan oleh Kertarajasa Jayawarddhana (Raden Wijaya). Ia me mpunyai tugas untuk melanjutkan kemegahan Singhasari yang saat itu sudah hampir runtuh. Saat itu dengan dibantu oleh Arya Wiraraja seorang penguasa Madura, Raden Wijaya membuka hutan di wilayah yang disebut dalam kitab Pararaton sebagai “hutannya orang Trik”. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa “pahit” dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Raden Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertmpur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang pasukan Mongol sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya.
Pada masa pemerintahannya Raden Wijaya mengalami pemberontakan yang dilakukan oleh sahabat-sahabatnya yang pernah mendukung perjuangan dalam mendirikan Majapahit. Setelah Raden Wijaya
wafat, ia digantikan oleh putranya Jayanegara. Jayanegara dikenal sebagai raja yang kurang bijaksana dan lebih suka bersenang-senang. Kondisi itulah yang menyebabkan pembantupembantunya melakukan pemberontakan.
Di antara pemberontakan tersebut, yang dianggap paling berbahaya
adalahpemberontakan Kuti. Pada saat itu, pasukan Kuti berhasil menduduki ibu kota negara. Jayanegara terpaksa menyingkir ke Desa Badander di bawah perlindungan pasukan Bhayangkara pimpinan Gajah Mada. Gajah Mada kemudian menyusun strategi dan berhasil menghancurkan
pasukan Kuti. Atas jasa-jasanya, Gajah Mada diangkat sebagai Patih Kahuripan (1319-1321 M)
dan Patih Kediri (1322-1330 M) Kerajaan Majapahit penuh dengan intrik politik dari dalam
kerajaan itu sendiri. Kondisi yang sama juga terjadi menjelang keruntuhan Majapahit. Masa
pemerintahan Tribhuwanattunggadewi Jayawisnuwarddani adalah pembentuk kemegahan kerajaan. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya,
Hayam Wuruk. Pada masa Hayam Wuruk itulah Majapahit berada di puncak kejayaannya. Hayam Wuruk disebut juga Rajasanagara. Ia memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389 M Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit mencapai zaman keemasan. Wilayah kekuasaan Majapahit sangat luas, bahkan melebihi luas wilayah Republik Indonesia sekarang. Oleh karena itu, Muhammad Yamin menyebut Majapahit dengan sebutan negara nasional kedua di Indonesia. Seluruh kepulauan di Indonesia berada di bawah kekuasaan Majapahit. Hal ini memang tidak dapat dilepaskan dari kegigihan Gajah Mada. Sumpah Palapa, ternyata benar-benar dilaksanakan. Dalam melaksanakan cita-citanya, Gajah Mada didukung oleh beberapa tokoh, misalnya Adityawarman dan Laksamana Nala. Di bawah pimpinan Laksamana Nala Majapahit membentuk angkatan laut yang sangat kuat. Tugas utamanya adalah mengawasi seluruh perairan yang ada di Nusantara. Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengalami kemajuan di
berbagai bidang Menurut Kakawin Nagarakertagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian Kepulauan Filipina. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok
SUMPAH PALAPA
Pada saat diangkat sebagai Mahapatih Gajah Mada bersumpah bahwa ia tidak akan beristirahat (amukti palapa) jika belum dapat menyatukan seluruh Nusantara. Sumpah itu kemudian dikenal dengan Sumpah Palapa sebagai berikut :
“Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, amun kalah ring Gurun, ring seran, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo,ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samanisun amukti palapa”.
Artinya:
“Setelah tunduk Nusantara, saya akan beristirahat; Sesudah kalah Gurun seran, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, barulah saya akan beristirahat”
Politik dan Pemerintahan
Majapahit telah mengembangkan sistem pemerintahan yang teratur. Raja memegang kekuasaan tertinggi. Dalam melaksanakan pemerintahan, raja dibantu oleh berbagai badan atau pejabat berikut.
1. Rakryan Mahamantri Katrini, dijabat oleh para putra raja, terdiri atas Rakryan i Hino, Rakryan i Sirikan, dan Rakryan i Halu.
2. Dewan Pelaksana terdiri atas Rakryan Mapatih atau Patih Mangkabumi, Rakryan Tumenggung, Rakryan Demung, Rakryan Rangga dan Rakryan Kanuruhan. Kelima pejabat ini dikenal sebagai Sang Panca ring Wilwatika. Di antara kelima pejabat itu Rakryan Mapatih atau Patih Mangkubumi merupakan pejabat yang paling penting. Ia menduduki tempat sebagai perdana menteri. Bersama sama raja, ia menjalankan kebijakan pemerintahan. Selain itu terdapat pula dewan pertimbangan yang disebut dengan Batara Sapta Prabu. Struktur tersebut ada di pemerintah pusat. Di setiap daerah yang berada di bawah raja-raja, dibuatkan pula struktur yang mirip. Untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, dibentuklah badan peradilan yang disebut dengan Saptopapati. Selain itu disusun pula kitab hukum oleh Gajah Mada yang disebut Kitab Kutaramanawa. Gajah Mada memang seorang negarawan yang mumpuni. Ia memahami pemerintahan strategi perang dan hukum.
Untuk mengatur kehidupan beragama dibentuk badan atau pejabat yang disebut Dharmadyaksa. Dharmadyaksa adalah pejabat tinggi kerajaan yang khusus menangani persoalan keagamaan. Di Majapahit dikenal ada dua Dharmadyaksa sebagai berikut. 140 Kelas X SMA/MA/SMK/MAK
1. Dharmadyaksa ring Kasaiwan, mengurusi agama Syiwa (Hindu),
2. Dharmadyaksa ring Kasogatan, mengurusi agama Buddha. Dalam menjalankan tugas, masing-masing Dharmadyaksa dibantu oleh pejabat keagamaan yang diberi sebutan Sang Pamegat.
Kehidupan beragama di Majapahit berkembang semarak. Pemeluk yang beragama Hindu maupun Buddha saling bersatu. Pada masa itu pun sudah dikenal semboyan Bhinneka Tunggal Ika, artinya, sekalipun berbeda-beda baik Hindu maupun Buddha pada hakikatnya adalah satu jua. Kemudian secara umum kita artikan berbeda-beda akhirnya satu jua
Berkat kepemimpinan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, kehidupan politik, dan stabilitas nasional Majapahit terjamin. Hal ini disebabkan pula karena kekuatan tentara Majapahit dan angkatan lautnya
sehingga semua perairan nasional dapat diawasi. Majapahit juga menjalin hubungan dengan kerajaan lain. Hubungan dengan Siam, Birma, Kamboja, Anam, India, dan Cina berlangsung dengan baik. Dalam membina hubungan dengan luar negeri, Majapahit mengenal motto Mitreka Satata, artinya negara sahabat
Kehidupan Sosial Ekonomi Di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk, rakyat Majapahit hidup aman dan tenteram. Hayam Wuruk sangat memperhatikan rakyatnya. Keamanan dan kemakmuran rakyat diutamakan. Untuk itu dibangun jalan-jalan dan jembatan-jembatan. Dengan demikian lalu lintas menjadi lancar. Hal ini mendukung kegiatan keamanan dan kegiatan perekonomian, terutama perdagangan. Lalu lintas perdagangan yang paling penting melalui sungai. Misalnya, Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas. Akibatnya desa-desa di tepi sungai dan yang berada di muara serta di tepi pantai, berkembang menjadi pusat-pusat perdagangan. Hal itu menyebabkan terjadinya arus bolak-balik para pedagang yang menjajakan barang dagangannya dari daerah pantai atau muara ke pedalaman atau sebaliknya. Bahkan di daerah pantai berkembang perdagangan antar daerah, antar
pulau, bahkan dengan pedagang dari luar. Kemudian timbullah kota-kota pelabuhan sebagai pusat pelayaran dan perdagangan. Beberapa kota pelabuhan yang penting pada zaman Majapahit, antara lain Canggu, Surabaya, Gresik, Sedayu, dan Tuban. Pada waktu itu banyak pedagang dari luar seperti dari Cina India, dan Siam.
Adanya pelabuhan-pelabuhan tersebut mendorong munculnya kelompok bangsawan kaya. Mereka menguasai pemasaran bahan-bahan dagangan pokok dari dan ke daerah-daerah Indonesia Timur dan Malaka. Kegiatan pertanian juga dikembangkan. Sawah dan ladang dikerjakan secukupnya dan dikerjakan secara bergiliran. Hal ini maksudnya agar tanah tetap subur dan tidak kehabisan lahan pertanian. Tanggultanggul di sepanjang sungai diperbaiki untuk mencegah bahaya banjir.
Perkembangan Sastra dan Budaya Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, bidang sastra mengalami kemajuan. Karya sastra yang paling terkenal pada zaman Majapahit adalah Kitab Negarakertagama. Kitab ini ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365 M. Di samping menunjukkan kemajuan di bidang sastra, Negarakertagama juga merupakan sumber sejarah Majapahit. Kitab lain yang penting adalah Sutasoma Kitab ini disusun oleh Mpu Tantular. Kitab Sutasoma memuat katakata yang sekarang menjadi semboyan negara Indonesia, yakni Bhinneka Tunggal Ika. Di samping itu, Mpu Tantular juga menulis kitab Arjunawiwaha
Sutasoma 139,4d-5d Hyan Buddha tan pabi lawan siwarajadewa rwanekadhatu winuwus wara Buddhawisma bhineki rakwa rinapankenapanarwanosen manka n jiwatwa kalawan siwatatwa tunggal bhineka ika tan hanna dharma mangruwa
Artinya : “Dewa Buddha tidak berbeda dengan Siwa. Mahadewa
di antara dewa-dewa. Keduanya dikatakan mengandung banyak
unsur Buddha yang boleh dikatakan tidak terpisahkan dapat
begitu saja dipisahkan menjadi dua? Jiwa Jina dan Jiwa Siwa
adalah satu dalam hukum tidak terdapat dualisme.
Bidang seni bangunan juga berkembang. Banyak bangunan candi telah dibuat. Misalnya Candi Penataran dan Sawentar di daerah Blitar, Candi Tigawangi dan Surawana di dekat Pare, Kediri, serta Candi Tikus di Trowulan Keruntuhan Majapahit lebih disebabkan oleh ketidakpuasan sebagian besar keluarga raja, setelah turunnya Hayam Wuruk. Perang Paregreg telah melemahkan unsur-unsur kejayaan Majapahit. Meskipun peperangan berakhir, Majapahit terus mengalami kelemahan karena raja yang berkuasa tidak mampu lagi mengembalikan kejayaannya. Unsur lain yang menyebabkan runtuhnya Majapahit adalah semakin meluasnya pengaruh Islam pada saat itu. Kemajuan peradaban Majapahit itu tidak hilang dengan runtuhnya kerajaan itu. Pencapaian itu terus dipertahankan hingga masa perkembangan Islam di Jawa. Peninggalan peradaban Majapahit juga dapat kita saksikan pada perkembangan lingkup kebudayaan Bali pada saat ini. Kebudayaan yang masih dikembangkan hingga masa Islam adalah cerita wayang yang berasal dari epos India yaitu Mahabharata dan Ramayana, serta kisah asmara Raden Panji dengan Sekar Taji (Galuh Candrakirana). Selain itu dapat kita saksikan juga pada unsur arsitekturnya bentuk atap tumpang, seni ukir sulur-suluran dan tanaman melata, senjata keris, lokasi keramat, dan masih banyak lagi.
---------------------------------------------------- (Tugas II merangkum materi sejarah Indonesia )
Kelompok III Kerajaan Singhasari (sudah diskusi kelas SDK)
1. Amel
2. Risma
3. Sinta
----------------------------------------------------
Kerajaan Singhasari
(materi sejarah Indonesia)
Raja-Raja
yang Memerintah Singhasari
a.
Ken Arok (1222 – 1227 M)
Setelah
berakhirnya Kerajaan Kediri, kemudian berkembang Kerajaan
Singhasari. Pusat Kerajaan Singhasari kira-kira terletak di dekat Kota
Malang, Jawa Timur. Kerajaan ini didirikan oleh
Ken Arok. Ken Arok berhasil tampil sebagai raja,
walaupun ia berasal dari kalangan rakyat biasa.
Menurut kitab Pararaton,
Ken Arok adalah anak
seorang petani dari Desa Pangkur, di sebelah
timur Gunung Kawi, daerah Malang. Ibunya bernama
Ken Endok. Diceritakan,
bahwa pada waktu masih bayi, Ken Arok diletakkan oleh ibunya di sebuah makam. Bayi
ini kemudian ditemukan oleh seorang pencuri,
bernama Lembong. Akibat dari didikan dan lingkungan
keluarga pencuri, maka Ken Arok tumbuh menjadi
seorang penjahat yang sering menjadi
buronan pemerintah Kerajaan Kediri. Suatu ketika
Ken Arok berjumpa dengan pendeta Lohgawe. Ken
Arok mengatakan ingin menjadi orang
baik-baik. Kemudian dengan perantaraan Lohgawe, Ken
Arok diabdikan kepada seorang Akuwu
(bupati) Tumapel, bernama Tunggul Ametung.
Setelah
beberapa lama mengabdi di Tumapel, Ken
Arok mmpunyai keinginan untuk memperistri
Ken Dedes, yang sudah menjadi istri Tunggul
Ametung. Kemudian timbul niat buruk dari Ken Arok
untuk membunuh Tunggul Ametung agar Ken Dedes dapat diperistri olehnya.
Ternyata benar, Tunggul
Ametung dapat dibunuh oleh Ken Arok dengan keris Mpu
Gandring. Setelah Tunggul Ametung terbunuh, Ken
Arok menggantikan
sebagai penguasa di Tumapel dan memperistri Ken Dedes. Pada
waktu diperistri Ken Arok, Ken Dedes sudah mengandung tiga bulan,
hasil perkawinan dengan Tunggul Ametung. Pada waktu itu
Tumapel hanya daerah bawahan Raja Kertajaya dari Kediri.
Ken Arok ingin menjadi raja, maka ia merencanakan menyerang
Kediri. Pada tahun 1222 M Ken Arok atas dukungan para pendeta
melakukan serangan ke Kediri. Raja Kertajaya dapat ditaklukkan
oleh Ken Arok dalam pertmpurannya di Ganter, dekat Pujon, Malang. Setelah Kediri berhasil ditaklukkan, maka seluruh wilayah Kediri
dipersatukan dengan Tumapel dan lahirlah Kerajaan Singhasari. Setelah
berdiri Kerajaan Singhasari, Ken Arok tampil sebagai raja pertama.
Ken Arok sebagai raja bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang
Amurwabumi. Ken Arok memerintah selama lima tahun.
Pada tahun 1227 M Ken
Arok dibunuh oleh seorang pengalasan atau pesuruh dan Batil,
atas perintah Anusapati. Anusapati adalah putra Ken Dedes
dengan Tunggul Ametung. Jenazah Ken Arok dicandikan di Kagenengan
dalam bangunan perpaduan Syiwa-Buddha. Ken Arok
meninggalkan beberapa putra. Bersama Ken Umang, Ken Arok memiliki
empat putra, yaitu Panji Tohjoyo, Panji Sudatu, Panji Wregola, dan
Dewi Rambi. Bersama Ken Dedes, Ken Arok mmpunyai putra bernama
Mahesa Wongateleng.
b.
Anusapati
Tahun 1227 M
Anusapati naik takhta Kerajaan Singhasari. Ia memerintah
selama 21 tahun. Akan tetapi, ia belum banyak berbuat untuk
pembangunan kerajaan. Lambat laun
berita tentang pembunuhan Ken Arok sampai pula
kepada Tohjoyo (putra Ken Arok). Oleh karena ia mengetahui
pembunuh ayahnya adalah Anusapati, maka Tohjoyo ingin membalas
dendam, yaitu membunuh Anusapati.
Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati
memiliki kesukaan menyabung ayam maka ia
mengajak Anusapati untuk menyabung ayam. Pada saat menyabung ayam, Tohjoyo berhasil
membunuh Anusapati. Anusapati dicandikan di Candi Kidal dekat Kota Malang sekarang.
Anusapati meninggalkan seorang putra bernama Ronggowuni.
c.
Tohjoyo (1248 M)
Setelah
berhasil membunuh Anusapati, Tohjoyo naik
takhta. Masa pemerintahannya sangat
singkat, Ronggowuni yang merasa berhak atas
takhta kerajaan, menuntut takhta kepada
Tohjoyo. Ronggowuni dalam hal ini dibantu oleh
Mahesa Cempaka, putra dari Mahesa Wongateleng. Menghadapi tuntutan ini, maka
Tohjoyo mengirim pasukannya di bawah Lembu
Ampal untuk melawan Ronggowuni. Kemudian terjadi
pertmpuran antara pasukan Tohjoyo dengan pengikut Ronggowuni.
Dalam pertmpuran tersebut Lembu Ampal berbalik memihak
Ronggowuni. Serangan pengikut Ronggowuni semakin kuat dan
berhasil menduduki istana Singhasari. Tohjoyo berhasil meloloskan
diri dan akhirnya meninggal di daerah Katang Lumbang akibat luka-luka yang dideritanya
d.
Ronggowuni (1248 - 1268 M)
Ronggowuni
naik takhta Kerajaan Singhasari tahun 1248 M. Ronggowuni
bergelar Sri Jaya Wisnuwardana.
Dalam memerintah ia didampingi
oleh Mahesa Cempaka yang berkedudukan sebagai Ratu
Anggabaya. Mahesa Cempaka bergelar Narasimhamurti.
Di samping itu,
pada tahun 1254 M Wisnuwardana juga mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai raja muda atau Yuwaraja. Pada saat
itu Kertanegara masih sangat muda Singhasari di
bawah pemerintahan Ronggowuni dan Mahesa Cempaka hidup dalam keadaan aman dan tenteram. Rakyat hidup dengan
bertani dan berdagang. Kehidupan rakyat juga mulai
terjamin. Raja memerintahkan untuk membangun benteng pertahanan di Canggu
Lor. Tahun 1268 M,
Ronggowuni meninggal dunia dan dicandikan di dua tempat,
yaitu sebagai Syiwa di Waleri dan sebagai
Buddha Amogapasa
di Jajagu. Jajagu
kemudian dikenal dengan Candi Jago. Bentuk
Candi Jago sangat menarik, yaitu kaki candi bertingkat tiga dan
tersusun berundak-undak. Reliefnya datar dan gambar orangnya
menyerupai wayang kulit di Bali. Tokoh satria selalu diikuti dengan punakawan. Tidak lama kemudian Mahesa Cempaka pun meninggal
dunia. Ia dicandikan di Kumeper dan Wudi
Kucir.
e.
Kertanegara (1268 - 1292 M)
Tahun 1268 M
Kertanegara naik takhta menggantikan Ronggowuni. Ia
bergelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Kertanegara
merupakan raja yang paling terkenal di Singhasari. Ia bercita-cita,
Singhasari menjadi kerajaan yang besar. Untuk mewujudkan
cita-citanya, maka Kertanegara melakukan berbagai usaha.
Perluasan
Daerah Singhasari
Kertanegara
menginginkan wilayah Singhasari hingga meliputi
seluruh Nusantara. Beberapa daerah berhasil ditaklukkan,
misalnya Bali, Kalimantan Barat Daya, Maluku, Sunda, dan
Pahang. Penguasaan daerah-daerah di luar Jawa yang merupakan pelaksanaan politik luar negeri bertujuan untuk
mengimbangi pengaruh Kubilai Khan dari Cina. Pada tahun 1275 M
Raja Kertanegara mengirimkan Ekspedisi Pamalayu di
bawah pimpinan Mahesa Anabrang (Kebo Anabrang).
Sasaran dari ekspedisi ini untuk menguasai Sriwijaya.
Akan tetapi, untuk menguasainya harus melalui daerah
sekitarnya termasuk bersahabat dan menanamkan pengaruh
Singhasari di Melayu. Sebagai tanda persahabatan,
Kertanegara
menghadiahkan patung Amogapasa
kepada penguasa Melayu.
Ekspedisi Pamalayu diharapkan akan
menggoyahkan Sriwijaya. Dalam rangka
memperkuat politik luar
negeranya, Kertanegara menjalin
hubungan dengan kerajaan-kerajaan
lain di luar Kepulauan
Indonesia. Misalnya dengan Raja
Jayasingawarman III dan Kerajaan Campa. Bahkan Raja Jayasingawarman
III memperistri salah seorang
saudara permpuan dari Kertanegara. Kertanegara
memandang Cina sebagai
saingan. Berkali-kali utusan Kaisar Cina
memaksa Kertanegara agar mengakui
kekuasaan Cina, tetapi ditolak oleh Kertanegara. Terakhir pada
tahun 1289 M datang utusan
Cina yang dipimpin oleh Mengki.
Kertanegara marah, Mengki
disakiti dan disuruh kembali ke Cina. Hal
inilah yang membuat marah Kaisar
Cina yang bernama Kubilai Khan.
Ia merencanakan membalas tindakan Kertanegara.
Perkembangan
Politik dan Pemerintahan
Untuk
menciptakan pemerintahan yang kuat dan teratur, Kertanegara
telah membentuk badan-badan pelaksana.
Raja sebagai penguasa tertinggi. Kemudian raja mengangkat tim
penasihat yang terdiri atas Rakryan i Hino, Rakryan i Sirikan, dan Rakryan i Halu.
Untuk membantu raja dalam
pelaksanaan pemerintahan, diangkat beberapa pejabat
tinggi
kerajaan yang terdiri atas Rakryan Mapatih, Rakryan Demung dan
Rakryan Kanuruhan. Selain itu, ada pegawaipegawai rendahan. Untuk
menciptakan stabilitas politik dalam negeri, Kertanegara
melakukan penataan di lingkungan para pejabat. Orang-orang
yang tidak setuju dengan cita-cita Kertanegara diganti.
Sebagai contoh, Patih Raganata (Kebo Arema) diganti oleh Aragani
dan Banyak Wide dipindahkan ke Madura, menjadi Bupati
Sumenep dengan nama Arya Wiraraja.
Kehidupan
Agama
Pada masa
pemerintahan Kertanegara, agama Hindu maupun Buddha
berkembang dengan baik. Bahkan terjadi Sinkretisme
antara agama Hindu dan Buddha, menjadi bentuk Syiwa Buddha.
Sebagai contoh, berkembangnya aliran Tantrayana.
Kertanegara sendiri penganut aliran Tantrayana.Usaha untuk
memperluas wilayah dan mencari dukungan dari
berbagai daerah terus dilakukan oleh Kertanegara.
Banyak pasukan Singhasari yang dikirim ke berbagai
daerah antara lain ke tanah Melayu. Oleh karena itu, kekuatan
ibu kota kerajaan berkurang. Keadaan ini diketahui oleh
pihak-pihak yang tidak senang terhadap
kekuasaan
Kertanegara. Pihak yang tidak senang itu antara lain
Jayakatwang, penguasa Kediri. Ia berusaha menjatuhkan kekuasaan
Kertanegara. Saat yang
dinantikan oleh Jayakatwang ternyata telah tiba. Istana
Kerajaan Singhasari dalam keadaan lemah. Pasukan
kerajaan hanya tersisa sebagian kecil. Pada saat itu, Kertanegara
sedang melakukan upacara keagamaan dengan pesta pora,
sehingga Kertanegara benar-benar lengah. Tibatiba, Jayakatwang
menyerbu istana Kertanegara. Serangan
Jayakatwang
dibagi menjadi dua arah. Sebagian
kecil pasukan Kediri menyerang dari
arah utara untuk memancing
pasukan Singhasari keluar dari pusat
kerajaan. Sementara itu induk pasukan
Kediri bergerak dan menyerang dari
arah selatan. Untuk menghadapi
serangan Jayakatwang, Kertanegara
mengirimkan pasukan yang ada di
bawah pimpinan Raden Wijaya dan
Pangeran Ardaraja. Ardaraja
adalah anak Jayakatwang dan menantu
dari Kertanegara. Pasukan Kediri
yang datang dari arah utara dapat
dikalahkan oleh pasukan Raden Wijaya
Akan tetapi, pasukan inti dengan leluasa
masuk dan menyerang istana,
sehingga berhasil menewaskan Kertanegara.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1292 M.
Raden Wijaya dan pengikutnya
kemudian meloloskan diri setelah mengetahui istana kerajaan dihancurkan
oleh pasukan Kediri. Sedangkan
Ardaraja membalik dan bergabung
dengan pasukan Kediri. Jenazah
Kertanegara kemudian dicandikan di dua tempat, yaitu di Candi
Jawi di Pandaan dan di Candi Singosari, di daerah Singosari,
Malang. Sebagai raja yang besar, nama Kertanegara diabadikan di
berbagai tempat. Bahkan di Surabaya ada sebuah arca
Kertanegara yang menyerupai bentuk arca Buddha. Arca
Kertanegara itu dinamakan arca Joko Dolok.
Dengan terbunuhnya Kertanegara maka berakhirlah
Kerajaan Singhasari.
---------------------------------------------------- (Tugas II merangkum materi sejarah Indonesia )
Kelompok IV Kerajaan Kediri persiapan diskusi kelas (PDK)
1. Linda
2. Anita
3. Anisa
----------------------------------------------------
Kerajaan Kediri
(materi sejarah Indonesia)
Kehidupan politik pada bagian awal di Kerajaan Kediri ditandai dengan perang saudara antara Samarawijaya yang berkuasa di Panjalu dan Panji Garasakan yang berkuasa di Jenggala. Mereka tidak dapat hidup berdampingan. Pada tahun 1052 M terjadi peperangan perebutan kekuasaan di antara kedua belah pihak.
Pada tahap pertama Panji Garasakan dapat mengalahkan Samarawijaya, sehingga Panji Garasakan berkuasa. Di Jenggala kemudian berkuasa raja-raja pengganti Panji Garasakan. Tahun 1059 M yang memerintah adalah Samarotsaha. Akan tetapi setelah itu tidak terdengar berita mengenal Kerajaan Panjalu dan Jenggala.
Baru pada tahun 1104 M tampil Kerajaan Panjalu sebagai rajanya Jayawangsa. Kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri dengan ibu kotanya di Daha. Tahun 1117 M Bameswara tampil sebagai Raja Kediri. Prasasti yang ditemukan, antara lain Prasasti Padlegan (1117 M) dan
Panumbangan (1120 M). Isinya yang penting tentang pemberian status perdikan untuk beberapa desa. Pada tahun 1135 M tampil raja yang sangat terkenal, yakni Raja Jayabaya. Ia meninggalkan tiga prasasti penting, yakni Prasasti Hantang atau Ngantang (1135 M), Talan (1136 M) dan Prasasti Desa Jepun (1144 M). Prasasti Hantang memuat tulisan panjalu jayati, artinya panjalu menang. Hal itu untuk mengenang kemenangan
Panjalu atas Jenggala. Jayabaya telah berhasil mengatasi berbagai kekacauan di kerajaan. Di kalangan masyarakat Jawa, nama Jayabaya sangat dikenal karena adanya Ramalan atau Jangka Jayabaya. Pada masa pemerintahan Jayabaya telah digubah Kitab Baratayuda oleh Mpu Sedah dan kemudian dilanjutkan oleh Mpu Panuluh Perkembangan Politik, Sosial, dan Ekonomi Sampai masa awal pemerintahan Jayabaya, kekacauan akibat pertentangan dengan Janggala terus berlangsung.Baru pada tahun 1135 M Jayabaya berhasil memadamkan kekacauan itu. Sebagai bukti, adanya kata-kata panjalu jayati pada Prasasti Hantang.
Setelah kerajaan stabil, Jayabaya mulai menata dan mengembangkan kerajaannya. Kehidupan Kerajaan Kediri menjadi teratur. Rakyat hidup makmur. Mata pencaharian yang penting adalah pertanian dengan hasil utamanya padi. Pelayaran dan perdagangan juga berkembang. Hal ini ditopang oleh Angkatan Laut Kediri yang cukup tangguh. Armada laut Kediri mampu menjamin keamanan perairan Nusantara. Di Kediri telah ada Senopati Sarwajala (panglima angkatan laut).
Bahkan Sriwijaya yang pernah mengakui kebesaran Kediri, yang telah mampu mengembangkan pelayaran dan perdagangan. Barang perdagangan di Kediri antara lain emas, perak, gading, kayu cendana, dan pinang. Kesadaran rakyat tentang pajak sudah tinggi. Rakyat menyerahkan barang atau sebagian hasil buminya kepada pemerintah.
Menurut berita Cina, dan kitab Ling-wai-tai-ta diterangkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari orang-orang memakai kain sampai di bawah lutut. Rambutnya diurai. Rumah-rumah mereka bersih dan teratur, lantainya ubin yang berwarna kuning dan hijau. Dalam perkawinan, keluarga pengantin wanita menerima mas kawin berupa emas. Rajanya berpakaian sutera, memakai sepatu, dan perhiasan emas. Rambutnya disanggul ke atas. Kalau bepergian, Raja naik gajah atau kereta yang diiringi oleh 500 sampai 700 prajurit.
Di bidang kebudayaan, yang menonjol adalah perkembangan seni sastra dan pertunjukan wayang. Di Kediri dikenal adanya wayang panji. Beberapa karya sastra yang terkenal, sebagai berikut.
1. Kitab Baratayuda Kitab Baratayudha ditulis pada zaman Jayabaya, untuk memberikan gambaran terjadinya perang saudara antara Panjalu melawan Jenggala. Perang saudara itu digambarkan dengan perang antara Kurawa dengan Pandawa yang masing-masing merupakan keturunan Barata.
2. Kitab Kresnayana Kitab Kresnayana ditulis oleh Mpu Triguna pada zaman Raja Jayaswara. Isinya mengenai perkawinan antara Kresna dan Dewi Rukmini.
3. Kitab Smaradahana Kitab Smaradahana ditulis pada zaman Raja Kameswari oleh Mpu Darmaja. Isinya menceritakan tentang sepasang suami istri Smara dan Rati yang menggoda Dewa Syiwa yang sedang bertapa. Smara dan Rail kena kutuk dan mati terbakar oleh api (dahana) karena kesaktian Dewa Syiwa. Akan tetapi, kedua suami istri itu dihidupkan lagi dan menjelma sebagai Kameswara dan permaisurinya.
4. Kitab Lubdaka Kitab Lubdaka ditulis oleh Mpu Tanakung pada zaman Raja Kameswara. Isinya tentang seorang pemburu bernama Lubdaka. Ia sudah banyak membunuh. Pada suatu ketika ia mengadakan pemujaan yang istimewa terhadap Syiwa, sehingga rohnya yang semestinya masuk neraka, menjadi masuk surga.
Raja yang terakhir di Kerajaan Kediri adalah Kertajaya atau Dandang Gendis. Pada masa pemerintahannya, terjadi pertentangan antara raja dan para pendeta atau kaum brahmana, karena Kertajaya berlaku sombong dan berani melanggar adat. Hal ini memperlemah pemerintahan di Kediri. Para brahmana kemudian mencari perlindungan kepada Ken Arok yang merupakan penguasa di Tumapel. Pada tahun 1222 M, Ken Arok dengan dukungan kaum brahmana menyerang Kediri. Kediri dapat dikalahkan oleh Ken Arok.
---------------------------------------------------- (Tugas II merangkum materi sejarah Indonesia )
Kelompok II Candi Prambanan (sudah diskusi kelas)
1. Windy
Pesona Legenda Candi Prambanan (materi sejarah Indonesia)
Roro jonggrang adalah seorang putri semata wayang Raja Boko, Penguasa Kerajaan Medang Kamulan. Karena kecantikannya, seorang pangeran bernama Bandung Bondowoso berniatmenyuntingnya sebagai istri. Raja Boko mengabulkan permintaan Bandung Bondowoso, bila pangeran itu dapat mengalahkannya. Bandung Bondowoso ternyata dapat mengalahkan Raja Boko. Namun Roro jonggrang tidak mau dipersunting oleh pembunuh ayahnya, ia pun tidak berani untuk menolak. Roro jonggrang pun memberikan syarat pada Bandung untuk membuat seribu candilengkap dengan arcanya dalam waktu semalam.
Bandung Bandowoso dengan dibantu sepasukan jin, hampir dapat meyelesaikan permintaan Roro jonggrang. Saat mendengar suara kokok ayam bersautan dan melihat langit di ufuk timur memerah, para jin itu melarikan diri sebelum pekerjaannya selesai. Melihat tipu daya Lara Jonggrong, Bandung Bondowoso mengutuknya menjadi arca batu yang ke seribu untuk melengkapi jumlah keseluruhan arca.
Tentu kamu pernah mendengar cerita rakyat yang menceritakan tentang asal mula Candi Prambanan itu. Cerita itu hingga kini masih berkembang di daerah sekitar Prambanan. Roro jonggrang sering kali diwujudkan sebagai arca Durga Mahisasuramawardini yang berada di bilik utara Candi Siwa. Roro jonggrang secara harfiah diartikan sebagai seorang gadis cantik semampai. Pada kompleks percandian, sosok Roro jonggrang
diwujudkan pada bangunan paling tinggi dari keseluruhan Candi Prambanan. Dari kondisi itu kita dapat menafsirkan, bahwa legenda Bandung Bondowoso itu muncul sebagai cerita rakyat penduduk Prambanan saat Candi Siwa masih berdiri kokoh. Jadi Candi Prambanan merupakan sebuah karya monumen kejayaan Mataram Kuno yang berdiri tinggi tegak di dataran Prambanan yang subur. Kawasan Candi Prambanan sejak tahun 1991 ditetapkan sebagai situs cagar budaya dunia oleh UNESCO. Bagi bangsa Indonesia pengakuan itu sangat membanggakan.
Candi Prambanan dibangun pada abad ke-9 Masehi atas perintah raja, pada masa puncak kejayaan Dinasti Sanjaya. Pada masa itulah ia mendirikan Candi Prambanan menurut model candicandi Syailendra. Candi Prambanan terletak di Desa Prambanan. Candi itu pertama ditemukan oleh Calons pada tahun 1733 M. Bangunan candi itu dibangun untuk sebuah dharma bagi agama Hindu. Candi Prambanan merupakan bangunan suci agama Hindu yang ditujukan untuk memperkuat keberadaan agama itu di wilayah selatan Jawa. Candi itu dibangun atas perintah Raja Rakai Pikatan.
Kompleks Prambanan terdiri atas Candi Siwa, Candi Hamsa, Candi Wisnu, Candi Nandi, Candi Garuda dan dua buah Candi Apit yang semuanya berada di halaman pertama. Delapan candi penjaga arah mata angin dan kurang lebih 200 candi perwara yang mengelilingi inti pusat.
Candi utama adalah Candi Siwa dengan empat ruangan. Ruang utama berisi patung Siwa sebagai mahadewa. Di sebelah utara terdapat Roro jonggrang atau Siwa sebagai Durga Mahesasuramawardini. Bagian timur terdapat patung Ganesa. Pada dinding Candi Siwa itu terdapat relief Ramayana, yang berisi tentang titisan Wisnu hingga Rama menyeberang ke lautan. Cara membaca relief pada candi itu searah dengan jarum jam. Candi itu digunakan hanya sebagai tempat pemujaan.
Candi kedua yang terbesar adalah Candi Brahma. Dalam candi ini terdapat patung Brahma. Juga terdapat relief yang menggambarkan epik Ramayana. Pada bagian ini menceritakan tentang Rama menyerang Alengka dan Sinta membakar diri, atau dikenal dengan cerita “pati obong”. Candi ketiga adalah Candi Wisnu yang terdapat arca Wisnu di dalamnya. Dalam dinding candi ini terdapat relief yang menceritakan tentang Kernayana.Candi Prambanan merupakan candi termegah pada saat itu, kemegahannya tersohor hingga sampai ke Asia Tenggara.
Candi Sewu yang berada di sekeliling Candi Prambanan mempunyai latar belakang agama Buddha. Hal itu dilihat dari arsitektur bentuk candi yang bentuk seperti stupa dari pada Candi Prambanan. Di samping bentuknya juga dicirikan dengan puncak candi yang berbentuk stupa. Puncak candi itu merupakan satu di antara lambang dari agama Buddha.
Candi itu kurang lebih terdiri atas 240 bangunan. Bangunan candi sendiri dibangun dalam areal seluas kurang lebih 49.284 m. Candi itu diresmikan oleh Rakai Kayuwangi, pada tahun 778 Saka (856 Masehi). Dalam Prasasti Siwagraha tertuliskan tentang pembuatan Candi Prambanan. Candi dan gapuranya dikerjakan oleh beratus-ratus pekerja. Dari segi arsitektur bangunan, Candi Prambanan dan Candi Sewu masih menampakkan ciri-ciri arsitektur Buddhis. Teknik pembangunan candi itu dengan menggunakan ikatan pada
setiap bata-batanya. Keistimewaan bangunan itu terletak pada bentuk candi yang menjulang tinggi pada tanah datar. Candi Prambanan merupakan candi tertinggi dengan bentuk menara. Candi Prambanan berada dalam kawasan yang memiliki kepadatan bangunan candi yang beragam. Khususnya pada bagian sisi timur Kali Opak, terdapat Candi Bubrah, Lumbung, dan Sewu. Keempat candi besar yang berderat itu memiliki kesatuan mandala. Kedekatan letak Candi Prambanan dengan candi-candi agama Buddha menunjukkan adanya toleransi antara penduduk yang beragama Hindu dengan penduduk yang beragama Buddha pada masa Mataram Kuno itu.
Kekuasaan Dinasti Isyana
Pertentangan di antara keluarga Mataram, tampaknya terus berlangsung hingga masa pemerintahan Mpu Sindok pada tahun 929 M. Pertikaian yang tidak pernah berhenti menyebabkan Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan dari Medang ke Daha (Jawa Timur) dan mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Isyanawangsa.
Di samping pertentangan keluarga, pemindahan pusat kerajaan juga dikarenakan kerajaan mengalami kehancuran akibat letusan Gunung Merapi. Berdasarkan prasasti, pusat pemerintahan Keluarga Isyana terletak di Tamwlang. Letak Tamwlang diperkirakan dekat Jombang, sebab di Jombang masih ada desa yang namanya mirip, yakni desa Tambelang. Daerah kekuasaannya meliputi Jawa bagian timur, Jawa bagian tengah, dan Bali.
Setelah Mpu Sindok meninggal, ia digantikan oleh anak perempuannya bernama Sri Isyanatunggawijaya. Ia naik takhta dan kawin dengan Sri Lokapala. Dari perkawinan ini lahirlah putra yang bernama Makutawangsawardana. Makutawangsawardana naik takhta menggantikan ibunya. Kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh Dharmawangsa Tguh yang memeluk agama Hindu
aliran Waisya. Pada masa pemerintahannya, Dharmawangsa Tguh memerintahkan untuk menyadur kitab Mahabarata dalam bahasa Jawa Kuno. Setelah Dharmawangsa Tguh turun takhta ia digantikan oleh Raja Airlangga, yang saat itu usianya masih 16 tahun. Hancurnya kerajaan Dharmawangsa menyebabkan Airlangga berkelana ke hutan. Selama di hutan ia hidup bersama pendeta sambil mendalami agama. Airlangga kemudian dinobatkan oleh pendeta agama Hindu dan Buddha sebagai raja. Begitulah kehidupan agama pada masa Mataram Kuno. Meskipun mereka berbeda aliran dan keyakinan penduduk Mataram Kuno tetap menghargai perbedaan yang ada.
Setelah dinobatkan sebagai raja, Airlangga segera mengadakan pemulihan hubungan baik dengan Sriwijaya, bahkan membantu Sriwijaya ketika diserang Raja Colamandala dari India Selatan. Pada tahun 1037 M, Airlangga berhasil mempersatukan kembali daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawangsa, meliputi seluruh Jawa Timur. Airlangga kemudian memindahkan ibu kota kerajaannya dari Daha ke Kahuripan. Pada tahun 1042, Airlangga mengundurkan diri dari takhta kerajaan, lalu hidup sebagai pertapa dengan nama Resi Gentayu (Djatinindra). Menjelang akhir pemerintahannya Airlangga
menyerahkan kekuasaanya pada putrinya Sangrama Wijaya Tungga- Dewi. Namun, putrinya itu menolak dan memilih untuk menjadi seorang petapa dengan nama Ratu Giriputri.
Airlangga memerintahkan Mpu Bharada untuk membagi dua kerajaan. Kerajaan itu adalah Kediri dan Janggala. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya perang saudara di antara kedua putranya yang lahir dari selir. Kerajaan Janggala di sebelah timur diberikan kepada putra sulungnya yang bernama Garasakan (Jayengrana), dengan ibu kota di Kahuripan (Jiwana). Wilayahnya meliputi daerah sekitar Surabaya sampai Pasuruan, dan Kerajaan Panjalu (Kediri). Kerajaan Kediri di sebelah barat diberikan kepada putra bungsunya yang bernama Samarawijaya (Jayawarsa) dengan ibu kota di Kediri (Daha), meliputi daerah sekitar Kediri dan Madiun. Kerajaan Kediri adalah kerajaan pertama yang mmpunyai sistem administrasi kewilayahan negara berjenjang. Hierarki kewilayahan dibagi atas tiga jenjang. Struktur paling bawah dikenal dengan thani (desa). Desa ini terbagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi yang dipimpin oleh seorang duwan. Setingkat lebih tinggi di atasnya disebut wisaya, yaitu sekumpulan dari desa-desa. Tingkatan paling tinggi yaitu negara atau kerajaan yang disebut dengan bhumi.
Sumber: Inajati Adrisijanti dan Andi Putranto (ed). 2009. Membangun Kembali